Sumbangan Pemikiran Ekonomi Islam di Dunia Modern
“Apa dan bagaimana konsep ekonomi islam memberikan sumbangan
bagi perkembangan institusi ekonomi di dunia modern?”
Jawaban: Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, ada beberapa
poin penting yang pertama kali perlu dibahas.
Tentu sebelum kita melacak sejarahnya kebelakang, kita perlu melihat
terlebih dahulu apa dan bagaimana perkembangan ekonomi islam saat ini. Saat
ini, ekonomi islam yang berkembang lebih pada upaya ‘Islamisasi’ –dengan
mencoba mensintesa normative statement kedalam descrivtive statement[1]–
bukan pengembangan konsep ekonomi yang asli dari Islam. Inilah yang membuat
sebagian ahli ragu untuk memasukan ‘ekonomi islam’ kedalam sebuah disiplin
ilmu.[2]
Perkembangan ekonomi islam saat ini lebih menyentuh pada
sistem ‘perbankan’ dimana ada beberapa bank yang mengadopsi sistem syariah
sebagai upaya untuk menghindari riba. Fenomena ini tentu jelas terlihat bahwa
sumbangan islam pada ‘institusi’ lebih pada revisi dan pengembangan sistem yang
sudah ada.
Di berbagai belahan dunia saat ini, ‘bank islam’ atau
islamic bank menjadi salah satu isu yang menarik perhatian. Hal ini juga
terjadi di Indonesia, muncul beberapa bank islam sebagian besar diantara mereka
mengadopsi sistem dual banking.
Hal ini terlihat sebagai salah satu upaya ‘islamisasi’ bank.
Memang benar Bank sendiri adalah produk yang dibuat oleh orang barat bukan
islam sesuai dengan sejarah Bank. Pertanyaannya mengapa harus ‘islamisasi’
(bank) yang sudah ada, apakah islam tidak punya lembaga sendiri? Apakah memang
sulit menyaingi lembaga (kafitalis) bank?
Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut, baru kemudian kita coba
lacak sejarahnya. Benar, jika Rasulullah SAW membangun perekonomian melalui
tiga konsep dasar yakni Tauhid, hukum dan kesejahteraan sosial. Ini kemudian
menjadi pedoman yang diadopsi oleh umat islam dalam setiap aktivitas
kehidupannya termasuk dalam muamalah, lebih spesifik lagi dalam perniagaan.
Selain perniagaan ini, hal ini juga bisa diterapkan dalam pembangunan sistem
perekonomian dalam masyarakat baik oleh swasta ataupun pemerintah.
Ketiga pilar tersebut juga merupakan bagian dari hukum islam
yang harus diimani karena bersumber dari al-qur’an. Selanjutnya, tiga pilar itu
dalam perniagaan diperjelas dengan adanya etika berniaga (bisnis). Etika bisnis
dalam islam bisa diartikan sebagai seperangkat nilai baik, buruk, benar dan
salah dalam prilaku bisnis dengan berpegang pada nilai-nilai yang ada dalam
hukum islam (syariah).[3] Setidaknya ada 5 prinsip etika islam yang
harus diterapkan dalam aktivitas bisnis yakni jujur, amanah, tidak berbohong,
tidak berkhianat dan tidak bersumpah palsu.[4] Selanjutnya,
menunjukan solidaritas, tidak menipu dan tidak menyembunyikan cacat, tidak menimbun dan tidak menerapkan tarif
tinggi, murah hati dan toleran dan simpati pada agama.
Beberapa aturan seperti manajemen bank, itu
murni diadopsi dari sistem bank yang berpedoman pada bisnis. Kita lihat dalam sejarah bahwa islam masuk pada ranah
perbankan dimulai pada 1850 ketika kekaisaran Turki Usmani (Ottoman) terpaksa
harus melakukan peminjaman hutang luar negeri. Inggris dan Francis kemudian
meminta Turki Usmani untuk mengijinkan mereka mendirikan bank di wilayah Tuki
Usmani, dan munculah ‘Ottoman Bank’.[6] Bibit-bibit perbankan ini
muncul pasca lahirnya pemikiran atau karya Adam Smith 1776 ‘the Wealth of
Nation’. Apa yang ada dalam buku tersebut pertama-tama mempengaruhi orang-orang
Yahudi (Jewish) di wilayah kekuasaan Turki Usmani sampai muncul lembaga
penukaran uang dan pembayaran pajak. Kemudian ini juga ditandai dengan
munculnya beragam ‘money lender’ yang berbentuk lembaga. Inilah yang menjadi
pemicu perubahan lembaga keuangan dari lembaga ‘kesejahteraan’ menjadi lembaga
‘bisnis’.
Dari sejak jaman Rasulullah, lembaga keuangan yang ada seperti
baitul maal, al-awkaf dan lainnya lebih berfokus sebagai lembaga penyimpanan
yang berfungsi untuk kesejahteraan rakyat. Namun sejak tahun 1800-an, lembaga
ini terhambat dan yang berkembang adalah lembaga keuangan berbasis bisnis. Kini
islam hadir bukan menghadirkan kembali sistem lembaga murni seperti baitul maal
dan lainnya, namun lebih pada meng-islamkan (islamisasi) lembaga perbankan.
Footnote:
[1] Muhammad Anas Zarqa. 2003. Islamization of
Economics: The Concept and Methodology. Kuwait: J.KAU: Islamic Econ., Vol. 16,
No. 1, pp.16
[2] Volker Nienhouse. 2000. Islamic Economic: Dogma or
Science? at the book of The Islamic World and the West: An Introduction to
Political Cultures and International Relations. Leiden: Kominklijke BRILL. pp.
86
[3] Ahmad, Mustaq,
2001. Etika Bisnis dalam Islam.
Jakarta: Pustaka Al-Kautsar
[4] Yusuf bin Ismail
an-Nabhani. 2004. Dalil at-Tujjar ila Akhlaq al-Akhyar. terj oleh Saifudin
Zuhri. Sudah Untung, Masuk Surga Lagi!: Panduan Moral Etis Bisnis Islami.
Bandung: Pustaka Hidayah. pp. 17
[5] Abdul Azim
Islahi. 2008. A Study on Muslim Economic
Thinking in the 11th AH / 17th CE Century. Jeddah, Saudi Arabia: King
Abdulaziz University
[6] Şevket Pamuk.
2010. Institutional Change and the Longevity of the Ottoman Empire, 1500-1800 Journal of Interdisciplinary History hlm
12
DONASI VIA PAYPAL
Bantu berikan donasi jika artikelnya dirasa bermanfaat. Donasi akan digunakan untuk memperpanjang domain http://jei-online.blogspot.com/. Terima kasih.
Postingan Lama
Postingan Lama
Komentar